Tuesday, April 20, 2010

Perkembangan Paskah

Perkembangan Perayaan Perjamuan Kudus

Di masa reformasi, ketika gereja Protestan muncul, para Reformator seperti Johanes Calvin menekankan perlunya mengadakan Perjamuan mingguan. Namun jemaat yang umumnya berasal dari gereja Roma Katholik itu segan ikut Perjamuan terlalu sering, karena masih memandang roti dan air anggur Perjamuan begitu sakral. Akhirnya diputuskanlah untuk merayakan Perjamuan minimal empat kali setahun, dengan harapan, seiring berlalunya waktu, frekuensi Perjamuan dapat ditambah. Tiga dari empat Perjamuan itu ditetapkan untuk diadakan pada puncak perayaan Kristen, yaitu hari Natal, Paskah, dan Pentakosta.

Pada saat Belanda membawa masuk kekristenan ke Indonesia, peraturan ini juga diberlakukan di gereja-gereja di Indonesia. Tata Gereja Belanda 1619 yang dipakai di Indonesia, memuat aturan sebagai berikut:

Perjamuan Tuhan harus diadakan sedapat mungkin dua bulan sekali. Bila keadaan gereja memungkinkan, akan mendatangkan kebaikan jika Perjamuan diadakan pada Hari Paskah, Hari Pentakosta dan Hari Natal. [“Tata Gereja Belanda, 1619, butir 63”, dlm. ibid., h. 392.]

Entah sejak kapan dan mengapa Perjamuan Kudus Paskah ini digeser menjadi Perjamuan pada Jumat Agung. Mungkin munculnya dari tradisi lain (sebagian kecil gereja Lutheran) yang diadopsi di Indonesia. Bisa juga karena pertimbangan praktis (misalnya: tidak mungkin merayakan Perjamuan pada Kamis Putih). Namun sampai saat ini belum ada penjelasan yang tuntas. Yang jelas, tradisi penyelenggaraan Perjamuan Kudus pada Hari Jumat Agung sebenarnya tidaklah tepat. Rasanya kita perlu mengembalikannya menjadi Perayaan Iman Terbesar, yaitu pada Hari Paskah. Namun demikian, karena tradisi ini telah kita jalankan puluhan tahun, kita tidak akan secara mendadak menghapus Perjamuan Kudus Jumat Agung. Untuk tahun ini kita masih tetap menyelenggarakannya, namun kita menambah satu Perjamuan Kudus pada hari Paskah. Di masa mendatang, mudah-mudahan kita akan lebih siap untuk menggeser Perjamuan di Jumat Agung menjadi Perjamuan Paskah,
sebagaimana mestinya. Dengan cara ini, kita nantinya akan lebih dapat menghayati seluruh kalender masa raya Paskah secara lebih utuh.

Jika kita menengok makna Perjamuan Kudus, bukanlah kita ikut Perjamuan bukan semata-mata untuk mengingat Kristus yang menderita dan mati, namun terlebih lagi untuk mengucap syukur atas Kristus yang bangkit dari maut pada Paskah Kemenangan.

[Artikel ini diambil dari Buku Liturgi Masa Raya Paskah GKI Peterongan Semarang atas seijin Pdt. Juswantori Ichwan]

No comments:

Post a Comment