Tuesday, April 20, 2010

Easter According To Wikipedia

Easter (Ēostre (Old English); Greek: Πάσχα Paskha, from Hebrew: פֶּסַח Pesakh,) is the central religious feast in the Christian liturgical year.[1] According to Christian scripture, Jesus was resurrected from the dead on the third day after his crucifixion. Some Christians celebrate this resurrection on Easter Day or Easter Sunday[2] (also Resurrection Day or Resurrection Sunday), two days after Good Friday and three days after Maundy Thursday. The chronology of his death and resurrection is variously interpreted to be between AD 26 and AD 36. Easter also refers to the season of the church year called Eastertide or the Easter Season. Traditionally the Easter Season lasted for the forty days from Easter Day until Ascension Day but now officially lasts for the fifty days until Pentecost. The first week of the Easter Season is known as Easter Week or the Octave of Easter. Easter also marks the end of Lent, a season of fasting, prayer, and penance.

Easter is a moveable feast, meaning it is not fixed in relation to the civil calendar. The First Council of Nicaea (325) established the date of Easter as the first Sunday after the full moon (the Paschal Full Moon) following the northern hemisphere's vernal equinox.[3] Ecclesiastically, the equinox is reckoned to be on March 21 (regardless of the astronomically correct date), and the "Full Moon" is not necessarily the astronomically correct date. The date of Easter therefore varies between March 22 and April 25. Eastern Christianity bases its calculations on the Julian Calendar whose March 21 corresponds, during the twenty-first century, to April 3 in the Gregorian Calendar, in which calendar their celebration of Easter therefore varies between April 4 and May 8.

Easter is linked to the Jewish Passover by much of its symbolism, as well as by its position in the calendar. In most European languages the feast called Easter in English is termed by the words for passover in those languages and in the older English versions of the Bible the term Easter was the term used to translate passover.[4][5]

Relatively newer[citation needed] elements such as the Easter Bunny and Easter egg hunts have become part of the holiday's modern celebrations, and those aspects are often celebrated by many Christians and non-Christians alike. There are also some Christian denominations who do not celebrate Easter.

Paskah Adalah......

Paskah (bahasa Yunani: Πάσχα atau Paskha[1]) adalah perayaan terpenting dalam tahun liturgi gerejawi Kristen. Bagi umat Kristen, Paskah identik dengan Yesus, yang oleh Paulus disebut sebagai "anak domba Paskah"; jemaat Kristen hingga saat ini percaya bahwa Yesus disalibkan, mati dan dikuburkan[a], dan pada hari yang ketiga[b] bangkit dari antara orang mati. Paskah merayakan hari kebangkitan tersebut dan merupakan perayaan yang terpenting karena memperingati peristiwa yang paling sakral dalam hidup Yesus.

Paskah juga merujuk pada masa di dalam kalender gereja yang disebut masa Paskah, yaitu masa yang dirayakan dulu selama empat puluh hari sejak Minggu Paskah (puncak dari Pekan Suci) hingga hari Kenaikan Yesus namun sekarang masa tersebut diperpanjang hingga lima puluh hari, yaitu sampai dengan hari Pentakosta (yang artinya "hari kelima puluh" - hari ke-50 setelah Paskah, terjadi peristiwa turunnya Roh Kudus). Minggu pertama di dalam masa Paskah dinamakan Oktaf Paskah oleh Gereja Katolik Roma. Hari Paskah juga mengakhiri perayaan Pra-Paskah yang dimulai sejak empat puluh hari sebelum Kamis Putih, yaitu masa-masa berdoa, penyesalan, dan persiapan berkabung.

Paskah merupakan salah satu hari raya yang berubah-ubah tanggalnya (dalam kekristenan disebut dengan perayaan yang berpindah[2]) karena disesuaikan dengan hari tertentu (dalam hal ini hari Minggu), bukan tanggal tertentu di dalam kalender sipil. Hari raya-hari raya Kristen lainnya tanggalnya disesuaikan dengan hari Paskah tersebut dengan menggunakan sebuah formula kompleks. Paskah biasanya dirayakan antara akhir bulan Maret hingga akhir bulan April (ritus Barat) atau awal bulan April hingga awal bulan Mei (ritus Timur) setiap tahunnya, tergantung kepada siklus bulan. Setelah ratusan tahun gereja-gereja tidak mencapai suatu kesepakatan, saat ini semua gereja telah menerima perhitungan Gereja Aleksandria (sekarang disebut Gereja Koptik) yang menentukan bahwa hari Paskah jatuh pada hari Minggu pertama setelah Bulan Purnama Paskah, yaitu bulan purnama pertama yang hari keempat belasnya ("bulan purnama" gerejawi) jatuh pada atau setelah 21 Maret (titik Musim Semi Matahari/vernal equinox gerejawi)

Minggu Paskah bukan perayaan yang sama (namun masih berhubungan) dengan Paskah Yahudi (bahasa Ibrani: פסח atau Pesakh[1])[3][c] dalam hal simbolisme dan juga penanggalannya. Bahasa Indonesia tidak memiliki istilah yang berbeda untuk Paskah Pesakh (Yahudi) dan Paskah Paskha (Kristen) sebagaimana beberapa bahasa Eropa yang mempunyai dua istilah yang berbeda, oleh sebab itu kata Paskah dapat memiliki dua arti yang berbeda di dalam bahasa Indonesia.

Banyak elemen budaya, termasuk kelinci Paskah dan telur Paskah, telah menjadi bagian dari perayaan Paskah modern, dan elemen-elemen tersebut biasa dirayakan oleh umat Kristen maupun non-Kristen.

Perkembangan Paskah

Perkembangan Perayaan Perjamuan Kudus

Di masa reformasi, ketika gereja Protestan muncul, para Reformator seperti Johanes Calvin menekankan perlunya mengadakan Perjamuan mingguan. Namun jemaat yang umumnya berasal dari gereja Roma Katholik itu segan ikut Perjamuan terlalu sering, karena masih memandang roti dan air anggur Perjamuan begitu sakral. Akhirnya diputuskanlah untuk merayakan Perjamuan minimal empat kali setahun, dengan harapan, seiring berlalunya waktu, frekuensi Perjamuan dapat ditambah. Tiga dari empat Perjamuan itu ditetapkan untuk diadakan pada puncak perayaan Kristen, yaitu hari Natal, Paskah, dan Pentakosta.

Pada saat Belanda membawa masuk kekristenan ke Indonesia, peraturan ini juga diberlakukan di gereja-gereja di Indonesia. Tata Gereja Belanda 1619 yang dipakai di Indonesia, memuat aturan sebagai berikut:

Perjamuan Tuhan harus diadakan sedapat mungkin dua bulan sekali. Bila keadaan gereja memungkinkan, akan mendatangkan kebaikan jika Perjamuan diadakan pada Hari Paskah, Hari Pentakosta dan Hari Natal. [“Tata Gereja Belanda, 1619, butir 63”, dlm. ibid., h. 392.]

Entah sejak kapan dan mengapa Perjamuan Kudus Paskah ini digeser menjadi Perjamuan pada Jumat Agung. Mungkin munculnya dari tradisi lain (sebagian kecil gereja Lutheran) yang diadopsi di Indonesia. Bisa juga karena pertimbangan praktis (misalnya: tidak mungkin merayakan Perjamuan pada Kamis Putih). Namun sampai saat ini belum ada penjelasan yang tuntas. Yang jelas, tradisi penyelenggaraan Perjamuan Kudus pada Hari Jumat Agung sebenarnya tidaklah tepat. Rasanya kita perlu mengembalikannya menjadi Perayaan Iman Terbesar, yaitu pada Hari Paskah. Namun demikian, karena tradisi ini telah kita jalankan puluhan tahun, kita tidak akan secara mendadak menghapus Perjamuan Kudus Jumat Agung. Untuk tahun ini kita masih tetap menyelenggarakannya, namun kita menambah satu Perjamuan Kudus pada hari Paskah. Di masa mendatang, mudah-mudahan kita akan lebih siap untuk menggeser Perjamuan di Jumat Agung menjadi Perjamuan Paskah,
sebagaimana mestinya. Dengan cara ini, kita nantinya akan lebih dapat menghayati seluruh kalender masa raya Paskah secara lebih utuh.

Jika kita menengok makna Perjamuan Kudus, bukanlah kita ikut Perjamuan bukan semata-mata untuk mengingat Kristus yang menderita dan mati, namun terlebih lagi untuk mengucap syukur atas Kristus yang bangkit dari maut pada Paskah Kemenangan.

[Artikel ini diambil dari Buku Liturgi Masa Raya Paskah GKI Peterongan Semarang atas seijin Pdt. Juswantori Ichwan]

Perayaan Paskah

Setiap Minggu adalah Perayaan Paskah

Orang Kristen merayakan dengan alasan yang berbeda dengan Paskah Yahudi, yang memperingati keluarnya bangsa Israel dari Mesir. Kita merayakan Paskah sebagai peringatan atas kebangkitan Kristus. Peringatan itu bukan hanya berlangsung tahunan, namun mingguan. Setiap hari Minggu adalah perayaan “Paskah Kecil.” Itulah sebabnya orang Kristen menggeser hari ibadah dari hari Sabtu (Sabat) menjadi hari Minggu. Jangan lupa, kata “Minggu” dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Portugis “Dominggos” yang berarti “hari Tuhan.” Pada setiap ibadah Mingguan (Paskah kecil) itu umat Tuhan selalu merayakan Perjamuan Kudus. Mengapa? Karena pada hari Paskah itulah murid-murid bertemu dengan Yesus yang bangkit lalu mengikuti Perjamuan bersama Yesus!

Coba kita tengok kembali peristiwa Paskah. Ketika Yesus bangkit, tidak ada seorang muridpun bertemu Yesus di kubur. Hanya para perempuan yang berziarah ke kubur Yesus yang bertemu denganNya. Para murid masih bersembunyi di balik pintu-pintu yang terkunci karena ketakutan. Tuhan Yesus baru menampakkan diri kepada mereka di saat senja. Ini berawal dari perjalanan dua orang murid menuju Emaus (bacalah Lukas 24:13-35). Yesus berjalan bersama mereka, namun mereka tidak sadar siapa Yesus, karena “ada sesuatu yang menghalangi mata mereka” (ay.16). Menjelang malam, Yesus diundang untuk tinggal bersama- sama mereka (ay.29). Ketika makan bersama, Yesus “duduk makan bersama mereka, mengambil roti, mengucap berkat, lalu memecah-mecahkannya dan memberikannya kepada mereka,”(ay.30), saat itu “terbukalah mata mereka dan merekapun mengenal Dia…” (ay.31). Perjamuan ini menjadi puncak pertemuan mereka dengan Kristus yang bangkit. Berbeda dengan Perjamuan Malam Terakhir yang suasananya suram (karena Yesus akan disalib), Perjamuan Paskah ini adalah Perjamuan kemenangan, karena Kristus telah bangkit dari maut.

Dari sini kita melihat bahwa sejak semula, perayaan Perjamuan Kudus selalu terkait erat dengan Paskah. Kalau sampai hari ini banyak gereja merayakan Perjamuan setiap minggu, itu pun disebabkan karena setiap hari Minggu dipandang sebagai “Paskah kecil.” Dalam tradisi eukumenis, dari semua Perjamuan Kudus sepanjang tahun, Perjamuan Kudus pada Hari Paskah, khususnya di malam Paskah (atau Paskah subuh) justru menjadi Feast of feasts, “Perjamuan terbesar di antara semua perjamuan.” Mengapa? karena Paskah adalah hari perayaan Iman yang terbesar bagi orang percaya.

Yang menarik, sejak dulu tradisi gereja secara eukumenis tidak mengenal perayaan Perjamuan Kudus pada hari Jumat Agung! Kalau pun ada Perjamuan untuk memperingati kematian Kristus, diadakannya pada hari Kamis malam, bukan pada hari Jumat. Mengapa? Karena memang Yesus mengadakan Perjamuan terakhir pada hari Kamis, malah mungkin sehari sebelumnya. Jika kita berkata bahwa kita mengadakan Perjamuan Kudus di Jumat Agung dengan tujuan untuk memperingati Perjamuan Terakhir yang Yesus adakan bersama kedua belas murid, maka penempatan Perjamuan di hari Jumat Agung tidak tepat. Mengapa baru diadakan hari Jumat? Bukankah pada hari Jumat itu Yesus sudah disalibkan? Bagaimana mungkin kita bisa makan dan minum pada saat memperingati saat kematian Sang Juruselamat?

Alasan lain mengapa orang merayakan Perjamuan pada Paskah subuh adalah karena sejak abad keempat, Gereja selalu mengadakan Baptisan Kudus pada hari itu. Sesudah dibaptis mereka sekaligus menikmati Perjamuan Kudus pertama mereka.

Simbol-simbol Paskah

ANAK DOMBA PASKAH

Di antara simbol-simbol Paskah yang populer, anak domba adalah yang paling penting dalam perayaan agung ini. Anak Domba Paskah, yang melambangkan Kristus, dengan bendera kemenangan, dapat dilihat dalam lukisan-lukisan yang dipasang di rumah-rumah keluarga Eropa. Doa paling kuno untuk pemberkatan anak domba ditemukan dalam buku ritual abad ketujuh biara Benediktin di Bobbio, Italia. Dua ratus tahun kemudian Roma mempergunakannya dan sesudah itu, selama berabad-abad kemudian, menu utama santap malam Paus pada Hari Raya Paskah adalah anak domba panggang. Setelah abad kesepuluh, sebagai ganti anak domba utuh, disajikan potongan-potongan daging yang lebih kecil.

Tradiri kuno anak domba Paskah juga mengilhami umat Kristiani untuk menyajikan daging anak domba sebagai hidangan populer pada masa Paskah. Hingga sekarang, daging anak domba disajikan sebagai menu utama Minggu Paskah di berbagai daerah di Eropa timur. Tetapi, seringkali bentuk-bentuk anak domba kecil terbuat dari mentega, roti atau pun gula-gula menggantikan sajian daging anak domba, dan menjadi hidangan utama jamuan Paskah.

Di abad-abad yang silam, dianggap merupakan suatu tanda keberuntungan jika orang menjumpai anak domba, teristimewa pada masa Paskah. Merupakan takhayul populer bahwa iblis, yang dapat mengambil wujud segala macam binatang, tidak pernah diperkenankan menampakkan diri dalam wujud anak domba karena simbol religiusnya.


TELUR PASKAH

Telur Paskah berasal dari tradisi kesuburan kaum Indo-Eropa. Bagi para leluhur kita yang belum mengenal ajaran Kristiani, sungguh merupakan peristiwa yang menakjubkan menyaksikan suatu makhluk hidup yang baru muncul dari suatu obyek yang tampaknya mati. Bagi mereka, telur merupakan simbol musim semi. Di masa silam, di Persia, orang biasa saling menghadiahkan telur pada saat equinox musim semi, yang bagi mereka juga menandakan dimulainya tahun yang baru.

Pada masa Kristen, telur mendapatkan makna religius, yaitu sebagai simbol makam batu darimana Kristus keluar menyongsong hidup baru melalui Kebangkitan-Nya. Selain itu ada alasan yang sangat praktis menjadikan telur sebagai tanda istimewa sukacita Paskah, yaitu karena, dulu, telur merupakan salah satu makanan pantang selama Masa Prapaskah. Kaum beriman sejak awal telah mewarnai telur-telur Paskah dengan warna-warna cerah, meminta berkat atasnya, menyantapnya, serta memberikannya kepada teman dan sahabat sebagai hadiah Paskah.

Tradisi telur Paskah berkembang di antara bangsa-bangsa Eropa utara dan di Asia segera sesudah mereka masuk Kristen. Tetapi, di antara bangsa-bangsa Eropa selatan, dan dengan demikian juga di Amerika Selatan, tradisi telur Paskah tidak pernah menjadi populer.

Ritual Romawi mempunyai tata cara khusus untuk pemberkatan telur-telur Paskah:

“Kami mohon kepada-Mu, ya Tuhan, untuk menganugerahkan berkat-Mu atas telur-telur ini, menjadikannya makanan yang sehat bagi umat beriman, yang dengan penuh syukur menyantapnya demi menghormati Kebangkitan Tuhan kami Yesus Kristus.”

Pada abad pertengahan, menurut tradisi telur-telur dibagikan pada Hari Raya Paskah kepada semua pelayan. Terdapat catatan bahwa Raja Edward I dari Inggris (1307) memerintahkan agar 450 butir telur direbus menjelang Paskah, diberi warna atau dibungkus dengan daun keemasan, yang kemudian akan dibagi-bagikannya kepada seluruh anggota keluarga kerajaan pada Hari Raya Paskah.

Telur Paskah biasanya dibagikan kepada anak-anak sebagai hadiah Paskah bersama dengan hadiah-hadiah lain. Kebiasaan ini berakar kuat di Jerman di mana telur-telur disebut “Dingeier” (telur-telur yang “dihutang”). Anak-anak tidak berlambat dalam menuntut apa yang “dihutang” dari mereka, dan dengan demikian berkembanglah berbagai macam pantun di Perancis, Jerman, Austria dan Inggris, di mana anak-anak, bahkan hingga sekarang, menuntut telur-telur Paskah sebagai hadiah mereka. Berikut adalah salah satunya yang berasal dari Austria:

Kami menyanyi, kami menyanyi lagu Paskah:
Tuhan membuatmu sehat, kuat dan pintar.
Penyakit dan badai dan segala yang jahat
kiranya jauh dari kerabat, dan ternak dan ladang.
Sekarang, berilah kami telur,
yang hijau, yang biru dan yang merah;
jika tidak, anak-anak ayammu akan mati semuanya.

Di beberapa daerah di Irlandia, anak-anak mengumpulkan telur-telur angsa dan bebek sepanjang Pekan Suci, untuk diberikan sebagai hadiah pada Minggu Paskah. Sebelumnya, pada Minggu Palma, mereka membuat sarang-sarang kecil dari batu, dan sepanjang Pekan Suci mereka mengumpulkan sebanyak mungkin telur, menyimpannya dalam sarang-sarang batu mereka yang tersembunyi. Pada Minggu Paskah, mereka memakan semuanya, membaginya dengan anak-anak lain yang masih terlalu kecil untuk mengumpulkan telur-telur mereka sendiri.

Orang-orang dewasa juga memberikan telur-telur sebagai hadiah di Irlandia. Jumlah telur yang akan dihadiahkan ditentukan menurut peribahasa kuno di kalangan rakyat Irlandia: “Satu telur untuk pria sejati; dua telur untuk pria terhormat; tiga telur untuk yang miskin; empat telur untuk yang termiskin [pengemis].”

Di kebanyakan negara, telur-telur diberi warna polos dengan pewarna dari tumbuh-tumbuhan. Di kalangan orang Chaldean, Syria dan Yunani, kaum beriman saling menghadiahkan telur-telur berwarna merah demi menghormati darah Kristus. Di daerah-daerah di Jerman dan Austria, hanya telur-telur berwarna hijau saja yang dipergunakan pada Hari Kamis Putih, tetapi telur-telur yang berwarna-warni dipergunakan selama perayaan Paskah. Orang-orang Slavic membuat pola-pola istimewa dengan emas dan perak. Di Jerman dan di beberapa negara Eropa tengah, telur-telur yang dipergunakan untuk memasak hidangan Paskah tidak dipecahkan, melainkan ditusuk dengan jarum di kedua ujungnya, lalu isinya dikeluarkan dengan meniupnya ke dalam mangkok. Kulit-kulit telur kosong diberikan kepada anak-anak untuk dipergunakan dalam berbagai macam permainan Paskah. Di beberapa daerah di Jerman, kulit-kulit telur kosong tersebut digantungkan pada semak-semak dan pohon sepanjang Pekan Paskah, mirip pohon Natal. Orang-orang Armenia menghiasi kulit telur kosong mereka dengan gambar-gambar Kristus yang Bangkit, Bunda Maria, dan gambar-gambar religius lainnya, untuk diberikan kepada anak-anak sebagai hadiah Paskah.

Berbagai Permainan Menggunakan Telur

Masa Paskah merupakan masa bermain-main dengan telur di seluruh daratan Eropa. Lomba telur tumbuk dengan berbagai macam variasinya banyak dilakukan di Syria, Iraq, dan juga Iran. Di Norwegia, permainan itu disebut knekke (ketuk). Di Jerman, Austria dan Perancis, telur yang direbus keras digelindingkan di lapangan atau bukit dan saling diadu; telur yang tetap tak retak hingga akhir dinyatakan sebagai “telur kemenangan”. Permainan ini amat digemari di Amerika lewat pesta telur gelinding di lapangan Gedung Putih di Washington.

Tradisi umum lainnya di antara anak-anak adalah perlombaan mencari telur, baik di dalam rumah maupun di kebun pada hari Minggu Paskah. Di Perancis, anak-anak mendengarkan dongeng bahwa telur-telur Paskah dijatuhkan dari lonceng-lonceng gereja dalam perjalanan mereka kembali dari Roma. Di Jerman dan Austria, keranjang-keranjang kecil berisi telur, kue-kue serta permen diletakkan di tempat-tempat tersembunyi, dan anak-anak percaya bahwa kelinci Paskah, yang juga begitu populer di negeri ini, telah meletakkan telur-telur itu beserta permennya.

Di Rusia dan Ukrainia dan juga Polandia, orang memulai santapan Paskah mereka dengan penuh sukacita setelah masa puasa Prapaskah yang panjang dengan sebutir telur yang telah diberkati pada hari Minggu Paskah. Sebelum duduk makan, sang bapak akan dengan hati-hati membagikan sepotong bagian kecil dari telur Paskah kepada setiap anggota keluarga dan para tamu, sembari mengucapkan selamat berbahagia di hari yang kudus ini. Sebelum mereka memakan telur bagian mereka dalam keheningan, mereka tidak akan duduk untuk menyantap jamuan Paskah mereka.


KELINCI PASKAH

Kelinci Paskah berasal dari tradisi kesuburan masyarakat sebelum masa Kristiani. Kelinci merupakan binatang yang paling subur menurut para leluhur, karenanya kelinci dipergunakan sebagai simbol kehidupan baru yang melimpah di masa musim semi. Kelinci Paskah tidak pernah mempunyai makna religius dalam perayaan Paskah, meskipun dagingnya yang putih, kadang-kadang, dikatakan melambangkan kemurnian dan tanpa cela. Gereja tidak pernah memberikan pemberkatan istimewa bagi kelinci. Namun demikian, kelinci mendapat peran yang menyenangkan dalam perayaan Paskah sebagai tokoh legenda penghasil telur-telur Paskah bagi anak-anak di berbagai negara. Di berbagai daerah di Jerman, dipercaya bahwa kelinci Paskah meletakkan telur-telur merah pada hari Kamis Putih dan telur-telur berbagai macam warna pada malam sebelum Minggu Paskah. Kelinci-kelinci Paskah dalam bentuk kue-kue dan gula-gula mulai populer di Jerman selatan, dan sekarang kue dan gula-gula tersebut amat disukai anak-anak di berbagai macam negara.


BABI

Jangan melupakan si babi yang memberikan dagingnya sebagai hidangan dalam jamuan Paskah tradisional. Babi selalu melambangkan keberuntungan dan kemakmuran di kalangan orang-orang Indo-Eropa. Sisa-sisa pemakaian simbol kuno ini masih tetap hidup di jaman kita sekarang. Celengan anak-anak dalam bentuk babi misalnya, merupakan perwujudan dari tradisi kuno ini.

Merupakan tradisi yang diwariskan turun-temurun dari masa sebelum masa Kristiani, untuk makan daging babi dalam berbagai perayaan. Orang-orang Inggris dan Skandinavia menyantapnya, orang-orang Jerman dan Slavia menyantap daging babi panggang pada Hari Raya Natal. Juga, di berbagai wilayah di Eropa, daging babi panggang masih tetap merupakan jamuan utama tradisional dalam pesta pernikahan dan dalam perayaan-perayaan. Pada masa Paskah, ham asap, juga daging anak domba, menjadi santapan sebagian besar bangsa Eropa sejak masa silam, serta merupakan menu Paskah tradisional di berbagai wilayah.


sumber : Easter Symbols and Foodtaken from The Easter Book by Fr. Francis S. Weiser; www.intermirifica.org
Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: “disarikan dan diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya”